Artikel
Mengenal Pulau Meringkik
Maringkik, sebuah pulau kecil di Nusa Tenggara Barat. Pulau kecil ini masih merupakan wilayah teritorial Kabupaten Lombok Timur, namun secara topografis, pulau yang dihuni oleh kelompok nelayan ini terpisah dari daratan Pulau Lombok. Pulau kecil yang biasa disebut Gili Maringkik ini terletak di bagian timur dari Desa Ketapang Raya, Dan Desa Tanjung Luar pada bagian timur lautnya. Namun, pada awalnya bahwa pulau nelayan ini hanya merupakan sebuah dusun yang bernaung di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Kruak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi, dalam pengembangannya, dusun pulau ini dimekarkan menjadi sebuah desa pada tahun 2013. Pulau Maringkik dikelilingi oleh beberapa gili, seperti Gili Bembe, Gili Kera, Gili Sunut, Gili Beleq, dan gili-gili lainnya. Pulau ini pun juga berdekatan dengan berbagai pantai indah yang terletak pada bahagian selatan, seperti Pantai Pink, pantai-pantai yang ada di sekitar Tanjung Ringgit, dan pantai lainnya. Hal ini pula menyebabkan pihak pengelola wisata perahu yang ada di Tanjung Luar dan Lungkak (Desa Ketapang Raya) menjadikan pulau ini sebagai salah satu pulau tujuan wisata. Apalagi pulau kecil yang dulunya bernama Gili Buwung menyimpan pesona tebing yang indah.
Luas wilayah Pulau Maringkik yaitu hanya sekitar 6 hektar. Struktur tanah pada pulau kecil ini tidak merata, sehingga sangat wajar jika kita berkunjung di pulau ini menemukan bentuk perumahan yang tidak beraturan, bahkan saling berdesakan. Pada bahagian wilayah utara yang berdekatan dengan tempat berlabuhnya perahu sampan dari nelayan setempat, kondisi tanah agak miring dan berbentuk bukit. Namun suatu keberuntungan pada bagian bukit ini, kitapun dapat bertemu dengan tebing-tebing eksotis berbatasan dengan air laut. Bahkan sebagian permukaan tebing di kawasan ini dilengkapi dengan terowongan mini yang dapat dileawti oleh air laut. Namun bila kita menjelajah pada bagian bawah dari tebing tersebut, kitapun dapat menyapa goa-goa yang berukuran mini. Selain itu, gugusan batu karang yang terjal menjadi pemandangan alami di kawasan pulau ini kecil ini.
Sebuah keunikan yang menjadi salah satu andalan wisata pada pulau nelayan ini adalah munculnya sebuah gundukan pasir di atas permukaan laut pada waktu air laut lagi surut. Gundukan pasir tersebut tampak memanjang dan melintas di tengah laut, sehingga penduduk yang ada di Pulau Maringkik dapat berjalan kaki hingga ke Gili Bembe. Sisi lain yang dapat kita kenal pada pulau kecil ini yaitu terdapat banyak suku yang berprofesi sebagai nelayan. Suku-suku tersebut yakni, suku bajo, bugis, makassar, mandar, ende, bima, sumba, buton, sasak, bahkan bila kita menjelajah pada bagian perkampungan ini, kita pun dapat bertemu dengan sejumlah penduduk yang berasal dari Pulau Jawa. Kedatangan suku-suku yang berbeda di tempat ini adalah tak lain karena mereka ingin mengasah hidup pada rahim laut.
Keragaman suku yang menjadi penduduk Pulau Maringkik , bukan berarti kedatangan mereka dalam waktu yang bersamaan. Merekapun datang secara berkelompok dan bertahap, bahkan datang secara individu dengan membawa penglaman dan keterampilan untuk dikembangkan di pulau ini. Namun pada awalnya, keahlian mereka dalam mengarungi laut dan samudera, serta kemampuan mereka menjamah rahim laut adalah warisan dari nenek moyangnya yang terjadi secara turun-temurun. Merekapun menyatukan keahlian mereka demi untuk bertahan hidup di pulau yang terpencil ini.
Kehadiran ragam suku nelayan yang berdiam di Pulau Maringkik, tentu melahirkan ragam bahasa. Namun dalam melangsungkan hubungan sosial, merekapun menggunakan bahasa persatuan, yaitu bahasa bajo.
Bicara tentang suku awal yang menghuni di pulau ini masih abu-abu. Bila kita bertemu dengan penduduk yang berasal dari suku mandar, merekapun menyatakan kalau suku pertama yang menghuni di pulau ini adalah sukunya sendiri. Demikan juga dengan suku lain, seperti bugis dan makassar, merekapun juga bertegas kalau sukunya yang pertama kali menginjakkan kakinya di pulau terpencil ini. Bahkan mereka menceritakan tentang silisilah keluarga mereka yang bermula dari kakek dan nenek buyutnya hingga cucu-cucunya. Namun dapat disimpulkan bahwa pada bahagian itara dari pulau ini terdapat selat ende. Selat ende merupakan tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan yang berasal dari timur atau ende-flores di zaman dulu. Bila dicermati, sebagian besar penduduk yang berketurunan ende-flores menjadi tuan tanah di kawasan ini.
Anggapan lain dari warga setempat Pulau Maringkik tentang suku pertama yang berdiam di sini, yaitu ditemukannya sejumlah kuburan tua yang tidak dikenal pemiliknya. Pengakuan warga setempat bahwa kuburan tua tersebut telah ada sebelum masuknya nelayan-nelayan dari timur. Bahkan mereka berkesimpulan bahwa sebelum adanya penduduk perahu yang berdiam di pulau ini terdapat suatu peradaban. Hal ini dikaitkan dengan ditemukannya benda-benda peninggalan orang-orang dulu di lokasi bangnan masjid , yaitu pada 39 tahun lalu. Benda-benda peninggalan tersebut, yakni berupa permata jamrud, keris, tasbi, mangkok, dan lain-lain. Ungkap Puang Satar selaku toko masyarakat Pulau Maringkik.
Informasi lain dari warga setempat tentang penduduk yang pernah berdiam di pulau ini yaitu bahwa pada zaman penjajahan di Indonesia, Belanda pernah tinggal di wilayah pulau ini. Mereka membuktikan bahwa banyaknya anak-anak peluru yang sering ditemukan di atas bukit Maringkik dan sebuah tugu satlit angkasa Indonesia yang masih berdiri kokok di atas bukit.
Hal lain yang perlu dikenal pada pulau yang cukup dikenal oleh para wisatawan ini adalah bahwa kearifan lokal; yang menjadi warna di pulau ini adalah kebiasaan-kebiasaan hidup yang bercorak sulawesi. Dalam bertahan hidup, merekapun menggantungkan nasib pada rahim laut.. Berbagai alat penangkapan ikan di laut seperti perahu, jaring, dan lain-lain adalah hasil kreatifitas mereka sendiri yang diwarisi dari nenek moyangnya dari sulawesi. Sistem kebersamaan mereka di laut, merekapun terapkan pada anak-cucu mereka, seperti yang diajarkan oleh orang-orang tua mereka dulu yang ada di sulawesi. Tradisi “maciro” adalah kebiasaan nelayan yang memberi sebagian rezeki kepada warga setempat, yaitu ketika pulang dari melaut.
Sealain hal di atas, kebiasaan-kebiasaan kaum perempuan di Pulau Maringkik masih mempertahankan bedak tradisional yang terbuat dari beras tumbuk. Mereka mengenakan bedak tradisonal itu sebagai masjer agar kulit wajah mereka akan tampak cantik. Merekapun juga masih mampu memperlihatkan kehebatannya dengan menenun kain-sarung yang bercorak sulawesi dan ende-flores. Dapur memasak, merekapun masih berkiprah pada corak sulawesi, dan terlebih cara mengolah ikan laut. Penduduk di pulauini sangatgemar dengan masakan “pallu marak” ala makassar, yaitu ikan rebus yang diberikan bumbu kunyit dengan asam jawa.
Model rumah yang ada di Pulau Maringkik adalah model rumah panggung. Rumah panggung juga merupakan model rumah asli atau rumah khas dari orang sulawesi selatan. Keberadaan rumah panggung di tempat ini tentu mengikuti corak budaya yang mereka bawa sulawesi.
Bentuk kearifan lokal lain yang dikenal di Pulau Maringkik adalah bahwa sebagian besar manusia sulit memutuskan hubungan dengan hewan piaraan. Penduduk yang ada di pulau ini, sangat akrab dengan heawan piaraan berupa kambing. Hanya saja kekurangannya bahwa di pulau ini sulit menemukan tumbuhan, sehingga dalam bertahan hidup,kambing-kambing yang ada di pulau ini membiasakan diri mengkomsumsi kertas. Selainitu, kambing di sini terkadang nyolong makanan atau beras di rumah warga tatkala rumah tersebut terbuka pintunya.
Untuk mengenal Maringkik lebih luas , sebaiknya mengetahui juga kondisi kebutuhan penduduk di sini. Pulau Maringkik berada di tengah laut yang jauh dari pusat perkotaan, tentu berbagai macam keperluan masih meragukan. Kebutuhan untuk komsumsi air bersih masih sangat sulit. Kondisi air di pulau ini memperihatinkan. Sumur-sumur yang dibuat oleh penduduk setempat terasaasing atau mengandung air payau. Akan tetapi beberatahun yang lalu, pemerintah telah menyalurkan air bersih di pulau ini dengan melalu pipa besar yang melintas di bawah laut. Hanya saja sistem pendistribusian air bersih di sini masih secara bergantian. Misalnya dalam tiga hari, wilayah penduduk yang akan mendapatkan air bersih adalah wilayah A. Demikian juga untuk selanjutnya secara bergiliran.Olehnya itu, ketika musim hujan tiba, merekapun sangat bergembira dan langsung mengambil ciregan atau ember untuk menada air hujan. Bahkan sebagian dari mereka membuat sistem penada hujan dengan menggunakan selang yang dihubungkan dengan ujung atap seng.
Untuk menemukan Pulau Maringkik, apabila kita beranjak dari Kota Mataram, kita pun dapat melewati Kota Praya (Lombok Tengah). Di saat kita berada di Praya, silahkan mengambil jalur kiri yang mengarah ke Mujur. Dari Mujur, silahkan melaju ke arah Kruak(Lombok Timur) hingga bertemu dengan Pasar Kruak. Jika anda menemukan Pasar Kruak, silahkan melaju lagi hingga bertemu dengan simpang tiga. Dari simpang tiga, terus lagi belok kiri, dan sekitar 800 meter kita akan dipertemukan sebuah jalanan yang membelok ke arah kanan yaitu ke Tanjung Luar. Dari jalan Tanjung Luar, silahan melaju terus dan jangan berhenti sebelum bertemu dengan Pasar Tanjung Luar atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terletak di tepi pantai. Di sekitar TPI inilah terdapat penyeberangan ke Pulau Maringkik. Di lokasi penyeberangan ini tersedia perahu umum yang akan mengantar para penumpang ke Pulau Maringkik. Adapun harga tiket penyeberangan ke Pulau Maringkik yaitu hanya 5.000 rupiah. Kecuali jika anda ingin menggunakan perahu wisata, tentu harganya jauh lebih tinggi jika dibanding dengan harga perahu umum.Untuk tempat parkir, di lokasi ini, warga sekitar siap menampung kendaraan pribadi anda dengan sistem parkir.
Pesan bagi wisatawan yang akan mengunjungi Pulau Maringkik dan sekitarnya adalah bahwa untuk menemukan Lokasi Tanjung Luar, sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi, sebab kendaraan umum yang menuju ke Tanjung Luar agak sulit karena penumpang harus mencari mobil angkutan secara estapet.
( Sumber : http://rupa-rupa.kampung-media.com/2018/01/03/mengenal-pulau-maringkik-22403 )